Beranda | Artikel
Motivasi, Hadiah dan Hukuman Untuk Anak
Kamis, 24 Januari 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Zaen

Motivasi, Hadiah dan Hukuman Untuk Anak adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan tentang cara mendidik anak secara Islami (fiqih pendidikan anak). Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. pada 12 Ramadhan 1439 H / 28 Mei 2018 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Memanfaatkan Waktu Luang dengan Anak

Kajian Tentang Motivasi, Hadiah dan Hukuman Untuk Anak

Didalam mendidik anak, kita memerlukan adanya motivasi. Dan sarana untuk memotivasi itu bisa berupa hadiah, bisa berupa hukuman. Dari mana kita ambil metode hadiah dan hukuman ini? Kita ambil dari Al-Qur’an. Dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala didalam Al-Qur’an sering sekali menceritakan dua hal. Yang pertama surga, yang kedua neraka. Ini dua sejoli yang sulit atau tidak bisa dipisahkan.

Allah bercerita tentang surga, Allah juga bercerita tentang neraka. Surga disediakan sebagai hadiah untuk orang-orang yang beriman. Sedangkan neraka disediakan sebagai hukuman untuk orang-orang yang tidak beriman.

Jadi dari sini, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun didalam Al-Qur’an menggunakan metode hadiah dan hukuman. Hanya saja Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan surga sebagai hadiah, sedangkan neraka sebagai hukum. Dan didalam literatur kitab yang ditulis oleh para ulama kita pun, mereka mengenal dua istilah. Yang pertama targhib (motivasi), yang kedua tarhib (ancaman).

Banyak ulama menulis buku dengan judul At-Targhib wa At-Tarhib (motivasi dan ancaman). Motivasi isinya adalah keterangan tentang pahala, kemudian balasan istimewa buat orang yang beramal kebajikan. Kalau tarhib adalah ancaman. Ancaman bagi orang-orang yang melakukan keburukan didunia dan diakhirat, yang bohong ,yang mengadu-domba, yang menggunjing ancamannya seperti ini seperti ini. Itu ada didalam agama kita.

Penggunaan metode ini, bukan sesuatu yang tercela. Sekalipun kita sudah tua, itupun juga masih sebenarnya butuh dengan yang namanya hadiah dan hukuman. Bukan hanya anak kecil saja. Bahkan didalam perusahaan pun dikenal. Dimana-mana yang namanya perusahaan, pasti ada apa yang diistilahkan dengan reward (hadiah) dan ada punishment (hukuman).

Apakah disebuah perusahaan itu karyawan yang rajin akan disamakan dengan karyawan yang malas? Tentu tidak. Bagi mereka yang rajin, maka diakhir tahun akan mendapatkan bonus, yaitulah hadiah. Bagi yang melanggar, sering telat, maka dia akan dikenai hukuman, mulai dari potong gaji sampai dipecat. Itulah hukuman. Jadi, manusia memang butuh yang namanya hadiah dan hukuman.

Didalam pendidikan anak, tidak masalah kita terapkan metode hadiah dan hukuman supaya anak termotivasi untuk menjalankan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Ketika anak melakukan kebaikan, perilaku yang bagus, maka kita berikan hadiah. Ketika anak melakukan perilaku yang jelek, maka kita berikan hukuman.

Tapi, ada satu hal yang perlu kita ingat bahwa yang namanya hadiah dan hukuman bukan satu-satunya metode. Dan kita sudah jelaskan, ini sudah metode ke-7. Jadi berarti ada 6 metode sebelumnya. Hukuman dan hadiah adalah salah satu metode dan bukan satu-satunya metode.

Kalau kita hanya mengandalkan metode ini saja, hadiah dan hukuman saja, maka bisa yang terjadi adalah ketergantungan anak kepada hadiah dan hukuman. Akhirnya dia tergantung dengan faktor eksternal (yang diluar).

Anak tidak mau melakukan ini kalau tidak mendapat hadiah, berarti itu ketergantungan. Anak tetap melanggar kalau tidak ada hukuman, kalau ada hukuman baru tidak melanggar. Ini berbahaya. Karena kita hanya mengandalkan satu metode saja.

Dan metode hadiah dan hukuman itu sebenarnya boleh digunakan hanya untuk sekedar pembiasaan diawal. Harapannya ketika dia sudah terbiasa, lama-lama dia akan muncul dari dirinya sendiri (faktor internal atau kesadaran). Jadi, anak melakukan ini karena sadar.

Kenapa shalat? Karena dia sadar dari hatinya bahwa shalat ini sebuah kewajiban, bukan karena diiming-imingi mau dibelikan sepeda misalnya. Kenapa dia tinggalkan dusta? Karena dia tahu, sadar dari dirinya bahwa dusta ini adalah sebuah perbuatan yang tercela yang diancam oleh Allah dengan neraka dan dia takut dosa. Kesadaran muncul. Tidak selalu, “Kalau dusta uang sakunya didikurangi.” Nanti kalau dia sudah punya uang sendiri bagaimana?

Inilah bahayanya kalau kita hanya mengandalkan satu metode ini. Maka metode ini hanya sarana untuk menumbuhkan kesadaran pribadi. Inilah yang namanya istilah faktor internal. Jadi kita menggunakan faktor eksternal dari luar berupa hadiah dan hukuman itu untuk menumbuhkan kesadaran yaitu internal yang ada didalam hati seorang anak.

Makanya penting ketika kita menerapkan metode hadiah dan hukuman ini, kita penting untuk mengetahui rambu-rambunya. Apa saja rambu-rambunya?

Rambu-Rambu Metode Hadiah dan Hukuman

A. Sesuaikan Dosisnya

Yang namanya obat dokter, pasti ada dosisnya. Kalau dosisnya kurang, maka efeknya tidak terasa. Kalau kelebihan dosis, maka bisa mati. Ketika obat diminum tidak sesuai dosisnya, yang keliru dosisnya bukan obatnya.

Hadiah dan hukuman ini ada dosisnya. Karena metode hadiah dan hukuman ini ada aturannya, ada syaratnya, ada ukurannya.

Satu anak dengan anak yang lain, dosisnya bisa berbeda. Seperti dokter misalnya, ketika dia periksa, mungkin penyakitnya sama, mungkin umurnya sama, penyakitnya sama, ternyata dosis yang diberikan berbeda. Kok bisa berbeda? Mungkin ternyata dokter melihat berat badannya.

Maka antara satu anak dengan anak yang lain dosisnya bisa berbeda. Kekurangan atau kelebihan dosis dalam memberikan hadiah atau hukuman ini bisa akan menyebabkan fungsi hukuman dan hadiah itu hilang alias tidak mendatangkan fungsinya atau bahkan yang lebih parah, obat itu jadi racun.

Jadi yang seharusnya hukuman dan hadiah itu membuat perilaku anak menjadi baik malah jadi racun. Akibatnya anak itu karena kelebihan dosis atau kurang, malah anak ini semakin menjadi-jadi. Bukannya menjadi baik, tapi menjadi buruk.

Contoh metode hadiah dan hukuman

Ada anak yang semakin buruk ketika setelah dikasih hukuman. Kenapa demikian? Karena mungkin dosisnya terlalu tinggi. Akhirnya prilakunya semakin buruk.

Ada sebagian anak yang dia malah jadi punya ketergantungan kepada hadiah. Sehingga tidak mau melakukan apa-apa kalau tidak diberikan hadiah. Bahkan kadang-kadang bangun tidur pun tidak mau kalau tidak ada hadiahnya. Nanti lama-lama makan pun tidak mau kalau tidak ada hadiahnya.

Lalu aturannya bagaimana untuk menyesuaikan dosisnya?

Pertama, harus seimbang antara hadiah dengan hukuman. Seimbang belum tentu sama. Seimbang disini bukan artinya hadiah satu, hukuman satu. Yang namanya seimbang disini maksudnya adalah hadiah harus lebih banyak dan didahulukan dibandingkan hukuman.

Kenapa bisa demikian? Karena kalau kita perhatikan, rahmat Allah dengan siksa Allah lebih dominan mana? Tentu rahmat Allah. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri berfirman dalam sebuah hadits Qudsi:

إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي

“Sesungguhnya Rahmat-Ku lebih mendominasi kemurkaan-Ku” (HR. Bukhari)

Allah tidak menyamakan antara hadiah dengan hukuman, Allah tidak menyamakan antara adzab dengan rahmat. Justru Rahmat yang dominan. Maka kita sebagai orang tua, ketika kita ingin antara hadiah dan hukuman ini seimbang, bukan artinya 50:50. Akan tetapi hadiah harus lebih dominan. Artinya motivasi kebaikan harus lebih sering dibandingkan hukuman.

Maka tugas kita berikutnya adalah memaksimalkan perhatian positif dan meminimalkan perhatian negatif.

Apa maksudnya?

Simak penjelasannya pada menit ke-16:17

Download mp3 Kajian Tentang Motivasi, Hadiah dan Hukuman Untuk Anak


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46477-motivasi-hadiah-dan-hukuman-untuk-anak/